MEDIA SCANTER - PUSAT KOREKSI LEMBAR JAWAB KOMPUTER

Mendiknas: Bagaimana Menang di Kompetisi Global, UN Saja Ditolak!


KOMPAS.com — Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh meminta semua pihak untuk tidak menjadikan ujian nasional atau UN seakan-akan hal yang menakutkan. Mendiknas tidak sepakat bila ada yang mengatakan bahwa UN hanya membuat anak (siswa) menjadi stres.


"UN membuat anak stres? Saya bilang tidak usah anak-anak, sampeyan sendiri kalau menghadapi ujian juga stres. Yang penting, kita bisa mengelola potensi kemampuan psikologis kita untuk menghadapi stres itu," ungkap Mendiknas di Jakarta, Kamis (7/1/2010).

Karena itu, kata Nuh, masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir. Indonesia sudah masuk dalam kompetisi global. "Nah, kalau untuk kompetisi nasional seperti UN saja kita sudah menolak-nolak, takut, ndak mau, terus kapan bisa menang kompetisi global?" ujarnya.

Nuh menegaskan, selain ujian utama, pelaksanaan UN 2010 juga mengadakan ujian susulan bila siswa berhalangan karena sakit atau sebab lainnya. Kepada siswa yang tidak lulus juga diberikan jeda waktu selama satu bulan untuk mempersiapkan diri melakukan ujian ulangan.

"Yang diulang boleh mata pelajaran yang tidak lulus, atau boleh mata pelajaran secara keseluruhan. Dengan adanya ujian utama, susulan dan ujian ulang ini, insya Allah sudah mengakomodasi apa yang menjadi perhatian, concern masyarakat secara keseluruhan terkait UN," ujar mantan Rektor ITS Surabaya ini.

Sementara itu, pengamat pendidikan Daniel M Rosyid sepakat jika nilai UN hanya salah satu faktor penentu kelulusan siswa. Namun, dalam praktiknya, saat ini UN telah menjadi faktor yang sangat dipentingkan dalam penentuan kelulusan. Faktor-faktor lain seperti budi pekerti yang baik, lanjut dia, umumnya dikesampingkan dalam mempertimbangkan kelulusan siswa.

Daniel bilang, selama ini hanya sedikit sekolah yang menentukan kelulusan siswa berdasarkan faktor-faktor lain di luar nilai UN. Biasanya, jika nilai UN memenuhi standar kelulusan, maka siswa yang bersangkutan langsung ditetapkan lulus, tak peduli apa pun catatan kelakuannya.

Dia memperkirakan, hal itu bisa dihitung jari jumlah siswa yang tidak diluluskan karena budi pekertinya buruk meskipun berhasil dalam UN. Sebetulnya, sebagai Penasehat Dewan Pendidikan Jatim, Daniel pernah menyampaikan agar UN tidak lagi dijadikan syarat kelulusan.

"UN untuk evaluasi saja, yang hasilnya angka-angka saja. Bukan untuk syarat kelulusan," tambah Daniel.